Ada beberapa program prioritas pemerintah pusat. Salah satu yang paling sering dibicarakan, oleh Ir. Jokowidodo (Jokowi), selaku Presiden RI, adalah PTSL (Pendataan Tanah Sistematis Lengkap). Program ini, katanya gratis.
Memang, berdasarkan program pemerintah pusat, PTSL tidak murni gratis. Ini sesuai dengan aturan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor: 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-3167A Tahun 2017, Nomor: 34 Tahun 2017. Tentang pembiayaan persiapan PTSL, keputusan ketujuh nomor 5. Yang bertuliskan, Kategori V (Jawa dan Bali), sebesar Rp.150 ribu.
Namun, beda kenyataan di lapangan. Warga ternyata, tetap dibebankan sejumlah biaya. Nilainya, bervariasi. Setidaknya, kisaran Rp.600 ribu, hingga 1 juta rupiah. Kasus tersebut, terjadi dibeberapa daerah. Salah satunya, di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Desa Gemantar, Kecamatan Mondokan.
Baca berita sebelumnya: Pungli di Program PTSL Sragen, Sesuai Arahan Bupati
Kenapa warga yang ingin memiliki sertifikat ditarik biaya berbeda. Menurut sumber, untuk kisaran Rp. 600 ribu hingga Rp.800 ribu, itu untuk warga setempat. Sementara, warga yang berada di luar wilayah, namun memiliki tanah di Kabupaten Sragen, dibebankan hingga 1 juta rupiah.
“Sejujurnya, kami agak berat. Namun, mau gimana lagi,” kata sumber dari kalangan warga desa, yang ikut mengurus sertifikat.
Menurut warga, pihaknya sedikit kaget, saat mengetahui bahwa program tersebut sebenarnya, digratiskan oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, Bupati Sragen, Dr. Kusdinar Untung Yuni Sukowati, didampingi staf jajaran instansi terkait, saat dikonfirmasi wartawan media ini, pada 07/01/2019, di kantornya, mengatakan bahwa masalahnya tidak sesederhana itu. Ada mekanisme yang harus dilalui. Artinya, penarikan dana dari warga dalam mengurus sertifikat, tetap ada aturannya.
Memang, katanya, berdasarkan musyawarah bersama yang pernah dilakukan, timbul kesepakatan adanya biaya yang dibebankan pada warga. Waktu itu, melibatkan unsur pemerintah kabupaten, kepolisian, kejaksaan, dan pihak desa (kepala desa, red).
Disana, ada kisaran toleransi pungutan yang boleh ditarik. Antara Rp. 600 ribu, hingga Rp. 800 ribu. Sementara, penetapan nilai bakunya, tetap pihak desa. Dimana memang berkaitan langsung dengan mekanisme pelaksanaan, dilapangan.
“”Kami (pemkab Sragen), cuma mengikuti Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah. Nomor: 590/0002669. Tentang, Tindak Lanjut Pelaksanaan Prona,” ujarnya
Ia menggambarkan, kepada kepala desa se-kabupaten untuk melakukan rembuk/musyawarah desa. Dimana kemudian hasilnya, perdes. Jika, harus memungut biaya lebih dari masyarakat.
Karena, dengan biaya Rp.150, itu memang tidak memadai. Seperti, untuk oprasional bolak-balik, materai, dan patok. Jelas tidak cukup. Jadi, biaya yang ditarik dari warga, sesuai dengan kebutuhan real di lapangan.
“Mendagripun, memerintahkan bupati dan walikota. Untuk membuat peraturan bupati. Pada 2019, kita akan buat peraturan bupati. Tentang pembiayaan PTSL yang dibebankan kepada masyarakat” jelas Bupati. (RYAN)
Baca juga: Mekanisme Program PTSL, Program Sertifikat Gratis
Program PTSL, Jokowi Minta Pemda Tanggung Biaya Patok Untuk Sertifikat Gratis
Untuk mendukung tercapainya program sertifikat gratis, Presiden Jokowi, meminta setiap Bupati menyesuaikan kebijakannya dengan pemerintah pusat. Hal itu disampaikan Presiden, pada 23 bupati, dari berbagai daerah. Di Istana Bogor, Kamis (5/7/2018), lalu.
Hal itu juga diperkuat oleh Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi), Mardani H Maming. Menurut dia, salah satu program penting Jokowi, adalah pembuatan sertifikat tanah warga. Dan ingin program ini, benar-benar gratis.
“Sayangnya, dilapangan warga masih kerap dikenai biaya. Seperti, biaya petugas ukur dan mematok tanah,” kata Mardani.
Dalam hal ini, lanjut Mardani, ketika pemerintah pusat sudah menganggarkan sertifikatnya. Maka, pemerintah daerah seharusnya, menganggarkan biaya pematokan, dibebankan ke anggaran daerah.
“Bukan menarik biaya dari masyarakat,” tegasnya.
Hal serupa juga di ungkapkan oleh Agus Ambo Dwija, selaku Bupati Mamuju Utara. Selaras dengan Program pemerintah pusat itu, program pusat dikerjasamakan dengan pemda kabupaten. Dimana, biaya-biaya yang menyertai program PTSL, di daerah, dianggarkan melalui APBD. Jadi, tidak ada lagi keluhan dari warga soal beban biaya yang masuk ke Presiden. Sementara Presiden sendiri mengklaim program ini gratis.
“Masa, ada keluhan dari warga ke Jokowi soal macem-macem. Seperti soal pembiayaan. Ada uang patok, uang administrasi leges. Makanya, presiden meminta pemerintah daerah menganggarkan menganggarkan biaya tersebut. Bukan rakyat,” kata Agus.
Menurut Agus, dalam hal ini Bupati-bupati juga penting mempelajari aturan, dalam menindaklanjuti permintaan Presiden ini. Artinya, perlu didiskusikan dengan instansi terkait dan Badan Pemeriksa Keuangan.
“Agar tidak terjadi temuan BPK. Intinya tetap harus sesuai dengan mekanisme dan pertaturan perundangan yang berlaku,” pungkasnya.