Keresahan warga atas dugaan pungli pada program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) di kabupaten Sragen, nampaknya akan menemui jalan buntu. Pasalnya, para pemegang kebijakan di daerah tersebut, telah merestui ‘tindakan’ yang sepertinya tidak sejalan dengan pemerintah pusat.
Hal tersebut terlihat dari adanya surat edaran Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Bernomor 590/0002669. Tentang tindak lanjut pelaksanaan prona di Jawa Tengah. Serta instruksi Bupati Sragen, Hj. Kusnidar Untung Yuni Sukowati, kepada para Kepala Desa. Dimana setiap pemohon PTSL dipungut biaya antara Rp.650.000,- hingga Rp.750.000,-
Sementara, berdasarkan hasil rapat bersama antara Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, telah mengatur tentang petunjuk pelaksanaan dan teknis. Dinamakan SKB. Atau Surat Keputusan Bersama.
Dalam SKB tersebut, juga tertuang tentang petunjuk pembiayaan program tersebut. Dimana, disebutkan bahwa, setiap pemohon PTSL untuk wilayah Pulau Jawa dan Bali, dikenakan biaya Rp.150.000,-. Per-sertifikat.
Tidak hanya itu, Presiden RI, Jokowidodo, dalam banyak kesempatan, pun selalu berbicara. Bahwa, program PTSL adalah gratis.
Ini lah yang menjadi pemicu persoalan dan keresahan ditengah masyarakat. Khususnya, para pemohon PTSL.
“Presiden ngomong gratis. Hanya kena biaya Rp.150 ribu. Dilapangan, malah ada biaya sampai Rp.650 ribu lebih,” kata warga Desa Gemantar.
Pungutan di Program PTSL sesuai instruksi
Semenara itu, Agus Purnomo selaku Kepala BPN Sragen mengatakan bahwa, SKB tiga meneteri tersebut di tujukan pada Bupati. Bukan pada pihaknya. Menurut dia, jika terjadi pungutan dalam batas kewajaran. Itu sah-sah saja. Dan harus terlebih dahulu ada semacam kesepakatan. Seperti rembukan. Dan dibuat Peraturan Desa (Perdes).
“Nah, jika tidak ada rembukan itu baru salah,” tegasnya.
Sebelumnya, Bupati Sragen, saat dikonformasi juga mengakui adanya pungutan tersebut. Dan itu terjadi karena adanya Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah.
“Kita sudah rapatkan bersama kepala desa,bpn,kejaksaan dan phak kepolisian. Saya tidak mengarahkan tapi memberi semacam gambaran saja,” katanya.
Sedangkan, Suradi selaku Kepala Desa Gemantar, mengaku bahwa ia melakukan pungutan sesuai instruksi bupati. Malah, katanya, diawal-awal, pungutan Rp.800 ribu. Dan pada pertengahan tahun 2018, kembali diadakan rapat. Dimana menghasilkan keputusan besaran pungutan Rp. 650 ribu sampai dengan Rp.750 ribu.
“Dan saya sosialisasikan pada warga. Bahwa pungutan sebesar Rp.600 ribu. Jika tidak mau, silahkan urus sendiri ke BPN,” katanya.
Baca berita sebelumnya; Dugaan pungutan liar di PTSL Kabupaten Sragen