Duggan Pungli di Program PTSL Sragen, Mendapat Sorotan Advokat
BeritaHukum

Dugaan Pungli di Program PTSL Sragen, Mendapat Sorotan Advokat

Sragen, GC – Nampaknya, kasus dugaan pungli (pungutan liar) pada program PTSL (Pendataan Tanah Sistematis Lengkap), di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, semakin menjadi sorotan. Salah satunya, dari Joko Yunanto, SH, advokat dari Klaten. Menurut dia, jika memang tidak sesuai dengan aturan, maka harus ditindak tegas.

BPN selaku pemegang roll/kebijakan pelaksana teknis. Dalam program PTSL. Memiliki tanggungjawab, agar proses pelaksanaan program tersebut dapat berjalan sesuai aturan. Pernyataan ini, disampaikan Joko Yananto pada wartawan media ini, pada 11 Januari 2019, lalu.

Untuk diketahui, sebelumnya pernah diberitakan soal adanya pungutan yang dibebankan kepada warga. Dalam proses pembuatan sertifikat dalam program PTSL. Nilainya, bervariasi. Setidaknya, kisaran Rp.600 ribu, hingga 1 juta rupiah.

Baca juga beritanya sebeleumnya:

Dikatakan Joko, program PTSL sangat sensitive. Apalagi menyangkut persoalan biaya administrasi pembuatan sertifikat. Di Surat Kesepakatan Bersama tiga Menteri (SKB), semua sudah jelas. Bahwa, biaya sudah ditetapkan senilai RP. 150 ribu. Artinya, jika lebih dari itu, maka sudah bisa dikatakan sebagai pungutan liar. Alias pungli.

“Jika sudah begini, indikasi pelanggaran hukumnya terlihat,” tegasnya.

Menarik sejumlah dana yang melebihi ketentuan, sudah tidak sesuai dengan aturan. Normatifnya, jika pemerintah daerah dalam hal Bupati, mendukung program pemerintah pusat tersebut. Membantu masyarakat. Bukan malah membuat kebijakan yang bertentangan dengan SKB 3 Menteri.

“Seperti kebijakan menganggarkan biayanya dari ABPD,” ujar Joko.

BPN sendiri, lanjut Joko, selaku pemegang roll/kebijakan pelaksana teknis, bertanggung jawab dan bersikap meluruskan hal yang tidak sesuai aturan.

Sementara itu, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sragen, Agus Purnomo, mengatakan, jika ada biaya yang melebihi aturan SKB 3 Menteri, sah-sah saja. Sepanjang hal tersebut memiliki dasar. Seperti adanya kesepakatan dari musyawarah setiap element terkait. Jika tidak ada kesepakatan, maka itu bermasalah.

Ada Banyak Kasus Serupa di Program PTSL Yang di Proses Secara Hukum

PTSL memang salah satu program unggulan pemerintah pusat. Jokowi selaku presiden RI, sendiri, selalu menggaungkan bahwa program tersebut gratis. Hanya dibebankan biaya Rp. 150 ribu. Dan meminta pemerintah daerah, mendukung program tersebut. Dimana, jika memang dibutuh dana lebih, hendaknya dianggarkan melalui APBD. Sehingga, warga tetap mendapat pelayanan secara gratis.

Seiring bergulirnya program tersebut, beberapa oknum kepala desa dan panitia pelaksana, harus berhadapan dengan hukum. Akibat, berani coba-coba melakukan tindakan memungkut sejumlah dana ke warga.

Seperti diantaranya, kasus dugaan pungutan liar (pungli) proragam PTSL di salah satu desa di Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo. Diusut oleh pihak Reksrim Polres setempat. Penyelidikan dilakukan, setelah adanya laporan dari masyarakat. Dimana, terlapor Sholehuddin diduga kuat telah menarik pungli sekitar Rp 1.250.000 sampai Rp 3 juta per bidang atau per sertifikat.

Modusnya sama. Alasan untuk biaya administrasi dan lainnya. Padahal, dalam pogram PTSL itu, semua pengurusan di kantor pertanahan gratis. Hanya ada biaya pembelian patok dan lainnya yang nilainya tidak begitu besar.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang juga resmi menahan Mas’ud Lurah Paninggilan, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, atas kasus dugaan Pungutan liar (Pungli) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di wilayah Kelurahan Paninggilan tahun 2017 dengan total Rp 800 juta lebih. Selasa (16/10/2018)

Kasus mirip menjerat Kades Selotapak, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Kapolres Mojokerto AKBP Leonardus Simarmata menetapkan Kades beserta tim nya sebagai tersangka.

Modus penarikan uangnya, juga mirip-mirip saja. Diamana, Kades bernama Tisno (46), membentuk panitia PTSL. Setelah panitia terbentuk, ia melakukan sosialisasi kepada para penerima program PTSL. Terkait biaya yang harus dibayar, yaitu sebesar Rp 600 ribu/bidang tanah.

“Panitia sepakat membuat pungutan Rp 600 ribu per bidang tanah dengan alasan untuk biaya materai dan patok tanah,” kata Leonardus saat jumpa pers di kantornya, Jalan Gajah Mada, Mojosari, Selasa (9/10/2018).

Padahal menurut mantan Kapolres Batu ini, program PTSL seharusnya gratis. Setiap penerima hanya diminta membeli materai dan patok tanah yang memang tak dianggarkan oleh pemerintah.

Menyikapi berbagai dugaan pungli tersebut, sumber dilapangan, berharap agar, siapa pun yang terlibat, untuk di tindak secara tegas. Agar memberi efek jera.

Boleh saja, beralasan bahwa penarikan dana tersebut karena kesepatakan. Tapi tanya dulu, yang sepakat itu siapa? Warganya, atau sesama mereka saja yang sepakat.

“Jika sepakat hanya team pelaksana program, artinya ini persengkongkolan. Sepakat bersekongkol untuk menarik dana dari warga. Dan siapa pun yang diuntungkan dalam persengkongkolan ini, harus bertanggungjawab,” cetus sumber.  

Related posts

Wisuda Purnabakti Pengayoman, Sekjen Sebut Pengabdian Bagi Bangsa Belum Selesai

Hadi Lempe

Kapolda Jateng, Resmi Gelar Ops Lilin Candi 2023, Ungkap Strategi Pengamanan Arus Mudik Selama Nataru

Hadi Lempe

Walikota Pekalongan Terima dan Restui Pramuka Saka Bahari

Hadi Lempe

Damkar Pekalongan Tekankan Kesiapsiagaan Warga Tangani Kebakaran

Hadi Lempe

Polres Pekalongan Ringkus Seorang DPO Perdagangan Orang

Hadi Lempe

Ganjar Pranowo Dampingi Relawan Penyandang Difabel Lakukan Trauma Healing

Hadi Lempe

Leave a Comment