Kota Pekalongan Garudacitizen Jateng – Filariasis atau yang lebih dikenal dengan penyakit kaki gajah, menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia, tak terkecuali Kota Pekalongan. Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing jenis filaria pada pembuluh getah bening yang dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui gigitan nyamuk. Dari hasil survey Kementerian Kesehatan, Kota Pekalongan tercatat menjadi salah satu wilayah yang masih endemis di Jawa Tengah. Tingginya kasus filariasis tersebut membuat Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas Kesehatan setempat terus berkomitmen membasmi penyakit tersebut melalui sosialisasi dan advokasi eliminasi filariasis secara menyeluruh untuk mempercepat terwujudnya Kota Pekalongan bebas filariasis pada tahun 2021.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Pekalongan,Dr Slamet Budiyanto,S.K.M,MKes mengungkapkan bahwa sebelumnya Kota Pekalongan telah dua kali melaksanakan program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis. Pada pelaksanaan periode pertama di tahun 2011-2015 atau selama 5 tahun telah mengawali pelaksanaan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis. Namun dari hasil tes, ternyata angka mikro filaria masih diatas angka 1 persen yang artinya Kota Pekalongan masih masuk kategori endemis filariasis dan perlu mengulangi kegiatan POPM selama dua tahun. Selanjutnya, di dua tahun berikutnya yakni tahun 2017-2018,POPM kembali dilaksanakan. Meskipun demikian, di tahun tersebut belum memenuhi target sasaran,sehingga di tahun 2021-2022 ini diharapkan POPM dapat berjalan sukses dan dilaksanakan secara efektif.
“Secara teknis pelaksanaan sudah ada perubahan-perubahan yang ditekankan supaya tingkat kepatuhan masyarakat yang menjadi kendala utamanya untuk lebih patuh minum obat filariasis yang diberikan oleh petugas. Target kepatuhan masyarakat yang kami inginkan minimal 65 persen,tetapi tahun-tahun sebelumnya kurang dari 65 persen. Harapannya, di pelaksanaan ketiga kalinya ini,Kota Pekalongan jangan sampai gagal lagi. Oleh karena itu, kami ingin terus sosialisasikan dan menjadikan kegagalan ini harus menjadi cambuk untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam meminum obat filariasis tersebut,”tegasnya usai menghadiri Rakor Program Filariasis Kota Pekalongan Tahun 2021,bertempat di Ruang Amarta Setda Kota Pekalongan,Kamis(18/2/2021)

Budi mengatakan ,bahwa kasus filariasis ditemukan pertama kali di tahun 2002 di kelurahan Kauman dan Tegalrejo dalam kondisi kronis(pembengkakan di kaki kiri). Di tahun 2004-2009 kembali dilakukan Survei Darah Jari (SDJ) Filariasis di beberapa kelurahan, kemudian di tahun 2010 ditemukan kembali di beberapa kelurahan dengan jumlah kasus total 402 klinis dan 40 kasus kronis. Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya kasus filariasis di Kota Batik tersebut, adalah kepatuhan masyarakat dalam minum obat filariasis yang masih rendah yaitu di tahun 2011 sebesar 63%, tahun 2012 60%,2013 sebesar 50%. Jika angka kepatuhan masyarakat ini terus ditingkatkan,maka penyebaran filariasis bisa semakin ditekan dan masyarakat saat dilakukan SDJ cacing yang ada sudah mati dan tidak ada lagi yang tertular penyakit tersebut.
“Selain dari faktor itu, juga disebabkan karena terlalu lama pelaksanaan sehingga ada faktor kejenuhan, dan masyarakat masih menganggap filariasis ini bukan sesuatu masalah yang serius. Ini yang harus ditekan sesuatu yang bukan masalah serius. Oleh karena itu, kami sudah mulai on going mempersiapkan pelaksanaan POPM di tahun ini yang rencananya dijadwalkan Bulan Maret-April,lebih cepat lebih baik,menunggu koordinasi lebih lanjut bagaimana pelaksanaannya di tengah masyarakat saat pandemi Covid-19 seperti ini agar semuanya tetap aman dan lancar baik petugas maupun masyarakat sebagai penerima POPM,”jelasnya.
Sementara itu,mewakili Plh Walikota, drg Agust Marhaendayana selaku Asisten Administrasi,M.M menegaskan, supaya program POPM yang dimulai pada tahun 2021 ini jangan sampai gagal untuk ketiga kalinya. Oleh karena itu, agar program POPM ini sukses, dibutuhkan komitmen bersama antar seluruh masyarakat untuk bisa mendukung program tersebut dengan meminum obat filariasis.

“Kami tidak ingin kegagalan POPM untuk ketiga kalinya. Oleh karena itu, harus ada komitmen bersama yang tidak hanya dari jajaran Dinas Kesehatan tetapi seluruh masyarakat baik tokoh agama,tokoh masyarakat bisa membantu mensosialiasikan dan mendukung tercapainya Kota Pekalongan bebas filariasis ini,”tuturnya.
Drg Agust menjabarkan dampak dari penyakit filariasis ini luar biasa,salah satunya,jika seseorang telah mengalami filariasis, 5-10 tahun mendatang akan mengalami kecacatan yang berpengaruh terhadap produktivitasnya.
“Dampak yang ditimbulkan sangat luas terutama pada status sosial dan ekonomi serta akan berpengaruh langsung terhadap angka kemiskinan di Kota Pekalongan. Hal ini dapat terjadi karena penyakit ini menyebabkan kecacatan sehingga menurunkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Kami mohon komitmen bersama kepada masyarakat untuk ikut mensukseskan program Kota Pekalongan Bebas Filariasis ini,”pungkasnya.
(HL/Sekar)