Kejujuran adalah sifat dan perbuatan yang banyak diharapkan bagi setiap manusia,dan bisa di jalankan oleh setiap pemimpin. Salah satunya adalah Jendral Hoegeng, selama menjabat pimpinan tertinggi di Kesatuan Polri, hingga pensiun, almarhum tidak meninggalkan kekayaan harta, selain jiwa kepatriotannya sebagai Abdi Negara dan Bangsa, dengan kejujurannya.
Pekalongan, GC – Dalam rangka mengenang dan meneladani perjuangan tokoh besar di Kota Pekalongan, Dewan Eksekutif Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (DEMA IAIN) Kota Pekalongan menyelenggarakan acara bertajuk Mengenang Perjalanan Jendral Hoegeng dengan tema “Menelusuri Tauladan Sang Jenderal Sebagai Cerminan Pemimpin Masa Depan” yang berlangsung di Lapangan Jetayu Pekalongan, Rabu malam (3/9/2019).
Hadir dalam acara tersebut, Walikota Pekalongan, Saelany Machfudz, Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, Sri Ruminingsih, Asisten Pembangunan, Sri Wahyuni, Rektor IAIN Pekalongan, Ade Dedi Rohayana, Pengurus DEMA IAIN Pekalongan dan segenap tamu undangan. Sedangkan bertindak sebagai narasumber, Cucu Jenderal Hoegeng, Rama Hoegeng, Pencipta Lagu “Sang Jenderal (Hoegeng Kusuma Bangsa) .
Walikota Pekalongan, Saelany Machfudz, dalam sambutannya mengatakan, “bahwa acara ini memberikan suatu referensi, wawasan dan manfaat khususnya bagi generasi muda dalam mewarisi nilai-nilai luhur kepahlawanan yang tentu jasa-jasanya sangat besar bagi kemajuan bangsa dan negara”.
“Nama Hoegeng sangatlah tidak asing di telinga kita. Seperti kita ketahui bersama bahwa Jenderal Polisi Purnawirawan Hoegeng yang lahir pada tanggal 14 Oktober 1921 merupakan salah satu putra terbaik Kota Pekalongan. Ia pernah menjabat sebagai Kapolri yang kelima pada tahun 1968-1971. Sebelum menjadi Kapolri, beberapa jabatan tinggi pernah dijabat beliau seperti Kepala jawatan imigrasi (1960), Menteri Iuran Negara (1965), Menteri Sekretaris Kabinet Inti (1966). Dalam kepemimpinan beliau yang dikenal dengan polisi jujur, dengan kesederhanaannya beliau menanamkan pada keluarganya dalam hal kedisiplinan,” papar Saelany.
Diterangkan Saelany, Pemerintah Kota Pekalongan bersama seluruh komponen masyarakat Pekalongan telah mengusulkan Jenderal Hoegeng sebagai pahlawan nasional kepada Pemerintah Pusat. Beberapa langkah yang ditempuh diantaranya diselenggarakannya seminar-seminar, penggantian nama stadion yang awalnya bernama Stadion Kota Batik dirubah menjadi Stadion Jenderal Hoegeng, juga kegiatan-kegiatan untuk mengenang jasa-jasa Hoegeng.
“Oleh karena itu, kami berharap dalam momentum Hari Jadi ke-113 Kota Pekalongan ini , kita sebagai generasi bangsa yang meneruskan estafet bangsa untuk dapat meniru sosok kepahlawanan beliau semasa hidupnya. Kota Pekalongan masih mendambakan figur-figur dan inspiratif yang dijadikan panutan bagi generasi selanjutnyaa.
Sementara itu, Rektor IAIN Pekalongan, Ade Dedi Rohayana menuturkan kegiatan ini diselenggarakan oleh mahasiswa IAIN yang tergabung dalam pengurus DEMA IAIN Pekalongan bertepatan pada Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Pekalongan ke-113.
“Dalam rangka memeriahkan HUT Kota Pekalongan, salah satu yang dikemas oleh teman-teman mahasiswa mengangkat sejarah atau kisah perjalanan seorang tokoh penting yaitu Pak Hoegeng supaya minimal masyarakat tahu tentang perjuangan beliau semasa hidupnya. Ini merupakan kali pertamanya acara, diselenggarakan oleh generasi mahasiswa berkolaborasi bersama Pemerintah Kota Pekalongan,” tutur Rektor Ade.
Menurut Rektor Ade, sangat banyak sifat-sifat kepahlawanan Hoegeng yang perlu diteladani oleh generasi penerus bangsa sebab Hoegeng dikenal dengan sosok yang memiliki integritas yang sangat tinggi, profesional, penuh dengan pengabdian, dan keikhlasan. Sifat-sifat seperti ini harus dimiliki oleh generasi muda yang diharapkan sebagai pemimpin bangsa mendatang yang dapat memberikan kotribusinya dalam membangun bangsa dan negara yang lebih baik lagi.
Diceritakan cucu dari mendiang Hoegeng, Rama Hoegeng bahwa Hoegeng semasa hidupnya sangatlah jujur, berani, antikorupsi. Hoegeng juga sosok yang sangat baik menurutnya, sehingga tak heran ia sangat dekat dengan kakeknya tersebut.
“Saya pernah bertanya nama eyang kung (sapaan akrabnya) itu Hoegeng Iman Santoso, kenapa kalau di baju tulisannya cuma Hoegeng harusnya Hoegeng I.S., Hoegeng Iman S, kenapa hanya Hoegeng saja yang ditulis? Kemudian dijawab oleh kakek Saya, bahwasannya akan ku buktikan sampai akhir hayatku bahwa Iman ku betul-betul sentosa, katanya (menirukan jawaban kakeknya). Nama baik itu harus dijaga dengan baik. Beliau selalu memberikan masukan kepada Saya bahwasannya baik menjadi orang penting tapi lebih penting menjadi orang baik. Karena orang penting itu ada masanya, namun menjadi orang baik itu selamanya. Itu yang selalu ingat dari beliau.
Untuk Kota Pekalongan ini sendiri, dimana tempat kakek Saya lahir, beliau selalu berpesan supaya Saya jangan pernah lupa sama kulitmu, tidak lupa dengan sedulurmu, leluhurmu. Ingat pesan itu, makanya saya balik kesini,” jelas Rama Hoegeng. (GC.Tim)