Humanisme Pembelajaran Matematika
Statemen

Humanisme Pembelajaran Matematika

“Menakutkan” itulah kata yang sering terdengar ketika siswa didik ditanya tentang pelajaran matematika. Sangat sedikit dari siswa yang berpendapat bahwa pelajaran matematika itu sangat mengasyikan dan menantang, serta akrab dengan kehidupan nyata.

Proses pembelajaran matematika di sekolah. Baik SD, SMP, maupun SMA. Fakta yang dijumpai, masih banyak siswa kurang tertarik, kurang antusias dan malas belajar. Karena menganggap matematika hanyalah kumpulan angka-angka dan rumus saja.

Mereka berpandangan, belajar matematika sekedar diajari menyelesaikan soal-soal dengan baik tanpa tahu apa manfaat sebenarnya dari mempelajari matematika. Pelajaran matematika dapat diumpakan seorang anak yang sakit akan dibawa ke dokter, tujuannya positif ingin sembuh dari sakit namun stereotif alam pikiran anak yang terjadi adalah cemas, ketakutan, bahkan berontak.

Pembelajaran matematika selama ini cenderung pada pencapaian target materi. Dalam kurikulum atau merujuk pada buku wajib. Dengan berorientasi pada soal-soal ujian nasional dan ujian masuk perguruan tinggi tahun-tahun sebelumnya. Bukan pada pemahaman (understanding) bahan materi yang dipelajari.

Para siswa cenderung menghafalkan konsep matematika, tanpa mengkonstruksi terlebih dahulu pengetahuan dalam mendapatkan konsep tersebut. Masih banyak guru menggunakan model pembelajaran konvensional. Yang menempatkan guru sebagai sumber informasi utama dan berperan dominan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran Konvensional, Sebabkan Siswa Tidak Memberikan Respon Aktif yang Optimal

Dalam pembelajaran konvensional, guru bertindak sebagai pentransfer ilmu kepada siswanya, siswa dianggap sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Siswa tidak diberi kesempatan berinteraksi dan berapresiasi dengan benda-benda di sekitarnya yang dapat berfungsi sebagai sumber belajar. Sehingga tidak mampu merelavansikan pengetahuan yang diterima dengan kehidupan sehari-hari (Oslon. 1996).

Pemahaman yang mereka punyai hanya pengalaman instrumental bukan pemahaman relasional. Model pembelajaran konvensional menyebabkan siswa tidak memberikan respon aktif yang optimal. Karena siswa dipaksa menerima pengetahuan dari gurunya tanpa mengetahui apa makna ilmu yang diperoleh.

Proses pembelajaran tidak hanya berfokus pada aspek kognitif saja, tetapi juga intuisi dan kreativitas siswa. Selain memahami dan menguasai konsep matematika, siswa akan terlatih bekerja mandiri maupun bekerja sama dalam kelompok. Bersikap kritis, jujur, percaya diri, dan bertamggung jawab.

Kreativitas Guru dan Siswa Menunjang Keberhasilan Tujuan Pembelajaran

Pada aspek ini, kreativitas guru untuk memfasilitasi kegiatan belajar siswa dengan berbagai metode dan kreativitas siswa untuk menemukan atau membangun pengetahuannya sendiri saling terpadu dan menunjang bagi keberhasilan tujuan pembelajaran.

Pembelajaran matematika hendaknya dikembalikan kepada aspek kemanusiaan yang perlu di tumbuhkembangkan pada diri siswa. Pendidikan hendaknya membantu siswa tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih manusiawi (semakin penuh sebagai manusia). Yang bertanggung jawab, bersifat proaktif dan kooperatif. Sehingga terbentuk pribadi handal dalam dalam bidang matematika, trampil dan ahli sekaligus memiliki watak atau keutamaan yang luhur. Singkatnya terbentuk pribadi yang cerdas, berkeahlian, namun tetap humanis.

Adapun karakteristik humanisme pembelajaran matematika (Susilo, Frans. 2004) adalah menggunakan konteks, model, kontribusi siswa, interaktivitas, serta terintegrasi dengan topik pembelajaran lain.

Sebagai kesimpulan, salah satu ciri pembelajaran matematika yang humanis adalah bukan hanya menunjukkan konsep atau rumus matematika saja. Melainkan juga mengarahkan dan membimbing siswa mengkonstruki atau membangun pengetahuan mereka sendiri. Sampai mendapatkan konsep yang diinginkan serta menunjukkan tentang aplikasi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Yang tentunya dalam menginformasikannya disesuaikan dengan tingkatan atau jenjang sekolah siswa.

Sehingga, para siswa menjadi tertarik dan tertantang untuk berusaha memahami matematika lebih dalam. Karena dalam pikiran mereka tentunya sudah tertanam subur bahwa matematika sangat akrab dengan aktivitas sehari-hari. Akibatnya kesan negatif bahwa matematika monster menakutkan akan hilang dengan sendirinya. (Arintoko)

Related posts

Berkah Idul Fitri, 168 WBP Rutan Diusulkan Dapat Remisi Lebaran

Hadi Lempe

Antisipasi Peredaran Makanan Tak Sehat, Tim Gabungan Sidak dan Periksa Jajanan Siswa

Hadi Lempe

Sterilisasi Lokasi Pelantikan Kades, Polisi Kerahkan Anjing Pelacak

Hadi Lempe

Tahun 2019 Pemkot Fokuskan Pembangunan Pasar dan Penataan Kota

Hadi Lempe

Kecelakaan Pantura Kota Pekalongan Nihil

Hadi Lempe

Upaya Membangun Kepercayaan Diri Pegawai, Atas Dampak Covid-19

Hadi Lempe

Leave a Comment