Kalau sedang berada di Kota Pekalongan, Jawat Tengah, anda boleh mencoba yang namanya, Sego Megono. Makanan khas Pekalongan ini, memang unik. Walau mungkin, di beberapa kota besar, sudah menyediakan kuliner jenis ini. Jelas berbeda sensasinya, saat menikmati di tempat aslinya.
Ditempat aslinya, Kota Pekalongan, Sego Mengono sengat mudah cari. Hampir disetiap sudut kota, ada banyak warung. Menyediakan kuliner khas ini.
Sego Megono, secara harafiah artinya Nasi Begono. Megononya sendiri, terbuat dari nangka muda. Dicampur, parutan kelapa. Diracik sedemikian rupa, dengan rasa dan bumbu khas. Sego Megono, sering dikonsumsi dengan beberapa makanan pendamping. Bisa jenis gorengan. Seperti, tempe atau tahu, ayam, ikan dan sambal.
Sego Megono adalah jenis makanan, fleksibel. Ya, itu tadi, bisa ditambah dengan berbagai macam lauk. Di Pekalongan, dijual sepanjang waktu. Sejak pagi, hingga malam. Namun, malam hari lebik asik. Di jual, di jalan-jalan protokol. Sebagian berbentuk, warung lesehan.
Makanan ini, biasa juga ditemukan dengan mudah di Kabupaten Batang, sampai Pemalang.
Sejarah Sego Megono Pekalongan
Segomegono mempunyai cerita cukup panjang. Pertama muncul, jaman Indonesia belum merdeka. Pada masa, agresi Belanda. Saat para gerilyawan masuk wilayah Purworejo, Pekalongan dan sekitarnya. Seperti, Pangeran Diponegoro dan Sentot Prawirodirjo.
Keadaan waktu itu, tanah sangat subur. Namun sayangnya, kondisi perang. Sehingga, tidak ada banyak kesempatan warga untuk mengolah lahan pertanian. Hasil bumi anjlok disegala bidang. Warga harus banyak berhemat. Agar persediaan pangan, dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Saat menanak nasi sistem konvensional, biasanya akan ada kerak nasi. Dalam bahasa jawa, ‘intip’. Saat itu, mayoritas masyarakat, kerak nasi akan dijemur. Hingga kering. Lalu, disimpan untuk tanak lagi. Menjadi nasi. Inilah, cikal-bakal Sego Megono.
Dari proses waktu, terjadi penyempurnaan. Dengan berbagai kreatifitas. Agar terasa lebih enak. Seperti, menambah bumbu. Termasuk, dipadu dengan urap. Serta, sayuran dan lauk.
Warga yang memang, mendukung perjuangan para grilyawan. Sering kali membantu menyediakan makan untuk dikonsumsi. Apalagi, para grilyawan tidak didukung logistik cukup.
Biasanya, saat grilyawan masuk desa, para warga buru-buru menyediakan makanan. Walau pun dengan segala sesuatu yang apa adanya. Salah satunya, kerak nasi yang telah dikeringkan tadi.
Untuk sayuran, warga tidak menemui kesulitan. Namun, berbeda dengan lauk. Yang banyak adalah ikan asin. Dari, sini lalu timbul inisiatif sesorang. Dimana dikemudian hari dikenal sebagai penemu Sego Megono. Dengan mengolah nasi, sayur, dan lauk jadi satu. Ini termasuk untuk menghemat waktu.
Dari sinilah, kemudian tercetus, nama Megono. Nasi Megono. Sego Mengono. Nama unik, dan bernuansa beda. Dianggap menggambarkan segi filosofi. Rasa dan bentuk fisik kuliner itu.
Perang terus berlanjut. Para grilyawan semakin terbiasa, dengan sajian warga. Mereka datang dan pergi. Sego megono, menjadi sesuatu yang luar biasa. Impian, harapan serta kesenangan. Menghibur sekaligus mengenyangkan.
Sejak saat itu, Sego Megono menjadi daya magnet tersendiri. Bahkan diceritakan, saat kemerdekaan RI tercapai, saat pekik ‘merdeka’ berkumandang di setiap penjuru. Diwilayah itu, para grilyawan dan warga berteriak; “MERGONO!”
Baca juga: Karakter Khas Orang Jawa Tengah, “Nrimo Ing Pandum”
Sumber: Cinta Pekalongan
Editor: Admin GC