Tawur Bubur, Ritual Unik Dari Jepara
FeatureSosial Budaya

Tawur Bubur, Ritual Unik Dari Jepara

Jepara merupakan salah satu kota yang memiliki aneka daya tarik dan keunikan budaya. Kota yang terkenal dengan karya ukiran kayu ini, memiliki banyak tradisi yang menarik untuk dikupas.
Namanya Tawur Bubur.

Selintas, jika kita mendengar istilah tawur identik dengan perkelahian. Antar kelompok pemuda. Namun tidak untuk tradisi tawur bubur ini.

Di sebuah desa bernama Jinggotan, Kecamatan Kembang. Khususnya di padukuhan Tretes RT 1 RW 3. Disinilah tradisi unik Tawur Bubur itu.

Mengutip dari sebuah instagram milik humas, pemerintah Jepara. Tawur bubur hadir karena adanya harapan. Mengenai kembalinya mata air yang dulu pernah ada. Dan selalu keluar air. Sehingga dianggap menjadi salah satu sumber penghidupan warga.

Mata air tersebut kemudian menghilang. Meskipun mungkin mata air yang sama tidak lagi keluar. Pemerintah mengharapkan, warga menjaga kelestarian alam. Khususnya tanaman. Dengan harapan kesuburan tanah terjaga.

Salah satu langkah yang sering dilakukan, adalah menggalakkan penghijauan. Supaya air tanah tersimpan dengan baik dengan adanya vegetasi.

Asal mula nama dukuh Tretes itu sendiri berasal dari adanya mata air yang selalu menetes. Yang muncul dari batu padas. Yang selalu mengeluarkan air. Air yang keluar menetes. Tapi tetesan yang banyak, membuat sumber air tersebut mampu mengaliri tanah pertanian dan perkebunan warga.

Bahkan, airnya mengalir sampai ke sungai padukuhan sekitar. Mata air dukuh Tretes tidak pernah habis. Meskipun di musim kemarau yang panjang.

Air tersebut menjadi sumber harapan warga. Sebagai dasar penghidupan masyarakat. Namun di suatu hari, mata air tersebut mulai menipis dan menghilang. Sehingga masyarakat mengharapkan adanya mata air kembali. Melalui prosesi tawur bubur.

Prosesi tawur bubur Jepara

Photo: Jepara Hari Ini

Prosesi tawur bubur ini dilakukan di setiap tahunnya. Dan diikuti oleh warga. Disaksikan banyak warga lain. Bahkan menjadi salah satu tontonan menarik wisatawan.

Untuk mengawali prosesi, Laskar Branjang Tewel, yaitu sekelompok pasukan warga, diarak terlebih dahulu. Selanjutnya mereka melakukan tawuran. Menggunakan bubur dan kotoran sapi yang sudah dibuat pupuk.

Setelah bubur dikumpul, selanjutnya dibacakan doa bersama. Setelah itu diadakan tawur dengan cara saling lempar kotoran sapi. Yang sudah berbentuk pupuk tersebut.

Peserta tawur adalah kaum pemuda dan dewasa. Karena menggunakan kotoran, anak-anak tidak diperkenankan untuk ikut tawuran.

Seiring berkembangnya pengetahuan dan informasi, karena kotoran kurang baik untuk kesehatan meskipun sudah dibuat dalam bentuk pupuk, namun tetap mengandung tanah dan kotoran, tawur bubur, selanjutnya dilakukan hanya dengan bubur buatan warga saja. 

Masyarakat membuat dan membawa bubur yang selanjutnya dikumpulkan menjadi satu. Warga berkumpul di lokasi tempat mata air dulu berada.

Sebelum bubur dilempar dan dijadikan tawuran, bubur dimakan sedikit oleh masyarakat serta menyisakannya untuk pasukan sebagai bahan tawuran.

Yang cukup unik adalah, ketika tawur dimulai, dibunyikan gending atau gamelan kemudian pasukan mulai menari dan selanjutnya mengalami trance seperti layaknya jathilan sehingga melakukan ritual dalam kondisi setengah sadar.

Tentu saja ada pengendali yang dapat menghentikan proses trance dari padukan setelah tawur bubur usai. Tawur bubur berhenti setelah bubur habis. Pengendali padukan selanjutnya melakukan gerakan menghentikan trance para anggota pasukan.

Beberapa di antara mereka terkulai untuk kemudian sadar. Dan kembali berbaur ke masyarakat penonton.

Keunikan lainnya adalah pakaian pasukan tawur bubur seperti manusia primitif dengan baju berhiaskan tumbuh-tumbuhan. Pada umumnya, padukan mengenakan daun kelapa sebagai hiasan baju yang diikat di pinggangnya. Ada pula yang menggunakan daun pisang. Pakaian tersebut melambangkan kesuburan dan kekayaan alam pertanian serta perkebunan.

Tawur bubur ini sering disertai dengan acara lain seperti penanaman pohon atau penghijauan dengan mengundang pejabat setempat untuk meresmikan penanaman pohon.

Related posts

Belajar Peduli dan Berbagi di Bulan Muharram

Hadi Lempe

Cyber NKRI Kota Pekalongan Peduli Musibah Banjir Jabodetabek

Hadi Lempe

Eksplorasi Kemampuan Guru PAUD, Dindik Gelar Porseni

Hadi Lempe

Kabupaten Pekalongan Meriahkan Hari Jadi ke-402 dengan Karnaval Mobil Hias

Hadi Lempe

Djend Soed Team Sabet Juara Pertama Lomba Seketeng 2019

Hadi Lempe

Sejarah Tersembunyi Gunung Kidul Jawa Tengah

Dedi Ariko

Leave a Comment