Kota Pekalongan, jateng.garudacitizen.com – Pesatnya perkembangan industri khususnya industri batik di Kota Pekalongan sering menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak diatasi dengan baik. Maka, Pemerintah Kota setempat terus berusaha mencari solusi bersama dengan mendorong para pengrajin industri dalam memecahkan permasalahan tersebut. Hal itu disampaikan Wakil Walikota Pekalongan saat membuka kegiatan pelatihan pengembangan proses produksi bersih yang diadakan oleh Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Dinperinaker) Kota Pekalongan di Aula Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM setempat, Selasa (18/6/2019).
Wakil Walikota Pekalongan, H.A. Afzan Arslan Djunaid mengungkapkan prihatin terhadap kondisi lingkungan khususnya di wilayah-wilayah tergenang rob yang menyulitkan para pengrajin industri di sekitar daerah tersebut untuk berkarya.
“Ini menjadi topik yang menarik untuk dibahas karena perkembangan yang terjadi sekarang di Kota Pekalongan adalah para pengrajin batik atau tukang mbabar masih ada yang di daerah rob seperti di Pasir Sari, Pabean, Krapyak, dan sebagainya. Ini menjadi bahasan yang menarik terkait bagaimana mengatasi masalah tersebut, mereka tetap bisa berkarya meskipun berada di daerahnya terjadi di daerah rob, ”ucap Afzan.
Disampaikan Afzan, “Selokan-selokan air yang tersumbat sehingga pembuangan limbah-limbah sisa pewarna batik maupun industri kreatif lainnya dapat menimbulkan pencemaran baru, “ujarnya.
Pihaknya berpesan agar para pengrajin maupun masyarakat setempat meningkatkan kesadaran bersama dengan pemerintah dalam menjaga kebersihan lingkungannya.
Walaupun sebetulnya obat batik tidak menimbulkan pencemaran yang parah, karena yang parah sebetulnya sablon. Hal itu juga tidak mengurangi pencemaran apabila selokan itu tidak berjalan dengan baik, justru yang ada akan mengendap berhari-hari dan menyebabkan gatal atau penyakit kulit. Oleh sebab itu, mari bersama-sama untuk mencari solusi, tidak hanya mengandalkan pemerintah saja karena mereka inilah yang berada di lokasi, mereka yang mengetahui betul kondisi lingkungannya. Mereka bisa menginformasikan dan memecahkan permasalahan tersebut bersama pemerintah dengan para pengusaha tersebut. Kalau mereka hanya pasif dan tidak menginfokan ke pemerintah, permasalahan tersebut akan lamban diatasi.
Kepala Seksi Industri Tekstil dan Produksi Tekstil, Nanang Kartiwa, menyebutkan pelatihan ini diikuti oleh 30 orang dari masyarakat umum yang terdiri dari para pelaku usaha batik dan pelaku industri kreatif lainnya.
“Tujuannya adalah para pelaku usaha maupun pengrajin dapat menerapkan metode dan teknologi tepat guna yang diharapkan mampu menghasilkan produk akhir yang berkualitas dengan pengelolaan sistem lingkungan yang ramah lingkungan,” terang Nanang.
Ditambahkan Kepala Seksi Industri Aneka Usaha dan Jasa, Muhammad Wahyu, S.T, para peserta pelatihan diberikan edukasi mengenai pengelolaan produksi agar tidak mencemari lingkungan.
“Kita edukasi mereka supaya sisa limbahnya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang, pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup juga sudah membuat biopori dan IPAL komunal untuk mengurangi pencemaran, mereka dapat memaksimalkan tersebut dan perlu dikelola dengan lebih baik,” jelas Wahyu.
Dalam pelatihan tersebut dihadirkan narasumber dari Bagian Fungsional Perencanaan Bidang Industri Non Agro pada Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah, Iwan Indrawan yang memaparkan mengenai sinergitas kebijakan pemerintah dalam green production di era industri 4.0. Menurut Iwan, permasalahan limbah batik khususnya di daerah tergenang rob dapat diatasi dengan adanya Lingkungan Industri Kecil (LIK).
“LIK tersebut menggabungkan para pengrajin batik di suatu tempat sehingga limbah batik yang dihasilkan tidak menyebar dan dapat mudah dikendalikan,” pungkas Iwan. (GC.Tim)