BIODATA PENULIS Nama penulis Winarni Dwi Lestari, lahir di Tuban, kini tinggal di Karawang, Jawa Barat. Saat ini menekuni usaha property. Studi terakhir Sarjana Univ Telkom. Puisi pernah dimuat di media cetak maupun online. Pecinta puisi dan masih terus belajar menulis puisi. Tak kalah dengan perempuan-perempuan ibu rumah tangga lainya, hobbinya menulis sastra, sosok perempuan ini juga giat mengelola peternakan sapi dan rumah kos yang berada di wilayah Karawang.
IG: @winarni2lestari
KALA MELINTASI BREBES
gemerisik daun-daun bawang
serupa rambut musim terurai panjang
beraroma rindu mata cangkul penggarap ‘bengkok’
rindu jalan pulang menuju periuk simbok.
embus angin menguar sabar
bagi para perempuan bercaping
berharap doa kan mengakar
sebagai siung-siung yang kelak
tercerabut tangan-tangan lembut.
mimpi mengkristal seasin garam
mengeram dalam cangkang warna warni
terperam dalam kaca-kaca etalase
sebelum terbangun dengan bulu-bulu lucu
lalu berlarian mengikuti jejak galah
pangon di pematang sawah.
begitu banyak budaya terseduh dalam sepoci teh
tradisi ‘kerigan’ menyaring ampas dan sampah
sebelum tertuang ke dalam cangkir ‘sinoman’
buru-buru kau teguk, mengalir
melewati lanskap kota dalam perut
lalu terlarung bersama sedekah laut.
Brebes, 2021
BUKAN SANGKURIANG
tidak hendak mendaki masa lampau
di jalan berbatu ini hanya ada aku, tak ada yang lain
mereka hanya pejalan tanpa nama
membawa arbei, kain rajut, jagung bakar
atau sekedar penasaran akan paras dayang sumbi
namun kabut dan asap belerang ini telah ada sejak purba.
mendaki lambung kapal yang berlayar di antara kawah
dan pohon-pohon pinus tempat babi dan anjing hutan
mengabadikan kisah seorang ibu begitu dicintai anak lelaki
yang mempersembahkan hati anjing hutan,
tetapi bukan hatinya.
murka ibu hanya memendekkan usia malam
namun cintanya abadi, seabadi legenda
tangkuban perahu yang suara lesungnya
mampu menarik matahari, menerbitkan pagi.
tidak sedang mendaki masa silam
jalan berbatu ini telah jauh meninggalkan rumah
ada yang memanggil namaku, tetapi bukan ibu
bukan dayang sumbi, mungkin pembawa arbei
atau aku yang lain di jalan lain dengan pejalan tanpa nama
bukan untuk pulang atau pergi
karena semakin jauh adalah arah menuju kembali.
aku bukan nahkoda atau pembuat perahu
hanya seorang pendaki yang takut akan murka ibu
terus-menerus mencari sambil membawa hati
menjelajah dari generasi ke generasi.
Karawang, 2022